Kasus Pencabulan Jangan Sampai Bikin Masyarakat Fobia dengan Pesantren

Kasus Pencabulan Jangan Sampai Bikin Masyarakat Fobia dengan Pesantren

Maulana Yusup, Ketua DPRD Batang-saefudin-

 

BATANG - Kasus pencabulan dan persetubuhan yang dilakukan seorang seorang pengasuh pondok pesantren di Desa Wonosegoro, Kecamatan Bandar, mengundang keprihatinan banyak pihak, termasuk DPRD Kabupaten Batang. Karena itu, DPRD mendukung penuh agar penanganan kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan ini bisa dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan seluruh stakeholder yang terkait dan memang membidangi masalah tersebut.

 

Pernyataan itu disampaikan langsung Ketua DPRD Batang, H Maulana Yusup, kepada Radar Pekalongan, Kamis (13/4/2023) petang. Dia mengaku prihatin bahwa kasus kekerasan seksual masih saja berulang terjadi di Kabupaten Batang.

 

"Sebagai orang tua, sebagai Ketua DPRD, jelas kita prihatin dengan masalah ini. Apa yang dialami belasan santri sebuah pondok pesantren ini menambah daftar tentang betapa rentannya anak-anak terhadap kekerasan seksual, bahkan di sebuah lembaga pendidikan sekalipun. Ini perlu menjadi catatan bagi kita semua yang peduli dengan nasib anak-anak kita," ungkapnya.

 

Sebelumnya Kabupaten Batang juga dihebohkan dengan kasus sejenis, yakni pencabulan di sebuah SMP di Kecamatan Gringsing dengan korban puluhan siswa oleh gurunya sendiri, menyusul kasus serupa di Kecamatan Batang yang dilakukan seorang guru rebana. 

 

"Dari tiga kasus ini, benang merahnya satu, dan ini sering disampaikan para ahli. Bahwa kasus kekerasan seksual seringkali dilakukan oleh orang-orang yang dekat dan dikenal korbannya, orang-orang yang justru semestinya melindungi. Pun bahkan dilakukan di lingkungan pendidikan yang semestinya aman bagi siswa atau santri. Inilah sisi kompleksnya kasus kekerasan seksual sekaligus potensinya yang bisa saja menjadi gunung es," jelas politisi muda PKB ini.

 

DPRD, lanjut Yusup, karenanya mendukung penuh penanganan atas kasus ini. Namun ia juga berharap penanganan kali ini lebih dilakukan dengan komprehensif, menyeluruh, melibathadirkan semua pihak yang memang membidangi.

 

"Dan tentu penanganan kasus seperti ini seringkali sensitif, baik terkait dengan korban yang harus dilindungi, maupun efek dominonya terhadap lembaga pendidikan dan pesantren lainnya. Maka selain penanganan formal dengan pendekatan regulasi dan hukum positif, edukasi juga perlu dilakukan secara masif, agar tidak meninggalkan masalah lainnya," ujar Yusup.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: