Masyarakat Berhak Menolak Diwawancarai Wartawan Abal-abal

Masyarakat Berhak Menolak Diwawancarai Wartawan Abal-abal

SOSIALISASI - Ahli Pers dari Dewan Pers Indonesia, Jayanto Arus Adi dan Ketua JMSI Jawa Tengah Stefy Thenu saat Konsolidasi dan sosialisasi undang - undang Pers kepada OPD dan Kepala Desa se Kabupaten Batang. -Radar Pekalongan/Novia Rochmawati -

BATANG, RADARPEKALONGAN - Kehadiran oknum wartawan abal-abal kerap dikeluhkan oleh masyarakat. Menyikapi hal tersebut, Ahli Pers  Dewan Pers Indonesia, Jayanto Arus Adi menyebut jika masyarakat sebagai narasumber Berhak menolak untuk diwawancarai oleh oknum wartawan abal-abal. 

Hal ini seperti disampaikan Jayanto saat menjadi narasumber Konsolidasi Jaringan Media Siber Indonesia dan sosialisasi UU Pers bersama Kepala Desa se Kabupaten Batang, Selasa (4/7/2023) di Aula Kantor Bupati Batang. 

Jayanto menyebut jika oknum wartawan abal-abal tersebut bisa diidentifikasi dengan mengecek datanya melalui website Dewan Pers. Jika wartawan tersebut tidak memiliki sertifikasi wartawan, atau bukan merupakan wartawan dari media yang terverifikasi maka bisa disebut wartawan abal-abal. 

"Sebagai narasumber berhak menanyakan pada wartawan dari media mana? sudah terverifikasi Dewan Pers apa belum? Ketika itu tidak bisa ditunjukkan hak menolak. Maaf saya hanya melayani wartawan bersertifikasi atau media terverifikasi," katanya. 

Jayannto menyebutdi era digital seperti sekarang ini ada sebanyak 51 ribu wartawan online dengan 1.700 media  Dari data tersebut belum semunya terverifikasi Dewan Pers. 

Diakuinya saat ini memang masih susah membedakan bagaimana wartawan berkualitas, bertanggungjawab, media berbobot atau sebaliknya. 

Sementara itu, Ketua JMSI Jawa Tengah Stefy Thenu menyatakan bahwa aturan dewan pers berlaku bagi semua media yang benar-benar perusahaan pers. 

"Kalau media abal-abal, website biasanya tidak ada redaksi, alamat jelas tapi tidak ada sertifikasi dari dewan pers. Itu motifnya pasti lain, pasti uang. Bisa ditolak, kalau ada ancaman fisik maupun pemerasan bisa langsung melaporkan ke pada kepolisian," jelasnya. 

Kegiatan ini turut dihadiri Penjabat (Pj) Bupati Batang Lani Dwi Rejeki. Ia mengapresiasi konsolidasi dan sosialisasi undang - undang Pers yang digagas oleh JMSI Batang. 

Diakui Lani, ia juga kerap menerima keluhan terkait kehadiran wartawan yang tidak memiliki media yang jelas. Baik dari kepala desa, ataupun beberapa instansi. 

"Mereka datang menanyakan persoalan yang belum tentu kebenarannya. Lha permasalahan seperti ini bagaimana kita harus menyikapi agar teman-teman para kepala desa ini bisa kerja dengan nyaman tanpa ada gangguan yang sebetulnya tidak perlu terjadi," ungkapnya. 

Ia pun berharap kepada awak media untuk melakukan konfirmasi sebelum berita itu dipublikasikan. Terpenting ada substansi materi yang akan dipublikasikan ini benar-benar sudah terkonfirmasi dengan narasumber sebelum dipublikasikan. 

"Kami juga tidak ingin dipuji-puji yang berlebih, kami juga tidak anti kritik. Yang terpenting diberitakan menggunakan bahasa yang sopan. Kalaupun ada berita yang sifatnya kritik, kemudian kami berharap bisa difollow up pemberitaannya sampai kami bisa memperbaiki permasalahan tersebut," pungkasnya. (nov)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: