Camat Sragi, Pengalaman di Empat Wilayah, Pernah Pimpin Pemakaman Jenazah Covid-19 di Sragi

Camat Sragi, Pengalaman di Empat Wilayah, Pernah Pimpin Pemakaman Jenazah Covid-19 di Sragi

KELUARGA - Hasanuddin bersama anak bungsunya, Rofiq Aulawy Muhamad, yang tengah menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran UGM.

H Hasanuddin mengakhiri perjalanan panjangnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Pekalongan per 1 Juni 2020 kemarin. Jabatan terakhirnya saat purna adalah sebagai Camat Sragi. Jabatan pungkasan itu seolah menggambarkan pengalaman panjang sebagai abdi negara yang banyak dihabiskan sebagai pemangku wilayah, lengkap dengan dinamika pengalaman yang menyertainya.

BAKAT kepemimpinan wilayah Hasanuddin sepertinya mengalir dari ayahnya, H Syakoer Suyuthi, yang pernah menjabat Kepala Desa Rembun pada 1965-1972. Dia memang lahir dan tumbuh di Desa Rembun, Kecamatan Siwalan, 10 Mei 1962.

Pengalaman pendidikannya dimulai dari SD Rembun (lulus 1974), disusul SMP Islam di Comal (1977), lalu memilih melanjutkan sekolah sambil nyantri di Pesantren Lirboyo, Kediri hingga kuliah di Universitas Islam Tri Bhakti Kediri. Dia mendapatkan gelar Sarjana Muda di tahun 1985 kemudian menggenapi pendidikan kesarjanaannya di IAIN Walisongo, mengambil Jurusan Qadha (Peradilan Agama) Fakultas Syariah dan lulus di tahun 1991.

Selang setahun setelahnya, Hasanuddin memulai jalan takdirnya sebagai ASN. Pengalaman pertama dari putra pasangan H Syakur Suyuthi dan Hj Makrifah itu dihabiskan cukup lama di BKKBN (1992) hingga dipromosikan sebagai Pengendali PLKB di Kecamata Karangdadap pada 2003. Tahun 2005, Hasanuddin juga diangkat sebagai Kepala UPTD Sosial PM KB di Kecamatan Kesesi. "Jadi, jejak pengalaman kewilayahan sebetulnya sudah saya enyam sejak di BKKBN, mungkin inilah cara Allah mempersiapkan saya sebelum jadi camat," tutur Hasanuddin, Minggu Sabtu (6/6/2020).

Benar saja, tahun 2007 Hasanuddin mulai menjejaki jabatan sebagai Sekcam di Wonokerto, dan bahkan di 2008 dia resmi dilantik menjadi Camat Siwalan (selama 4 bulan). Tahun 2008, ia telah menjadi Camat Sragi (21 bulan), dilanjut menjadi Camat Buaran di tahun 2010 (15 bulan), lalu diamanahi sebagai Camat Wonokerto 2011-2012 (8 bulan), dan mengakhiri masa pengabdiannya hingga purna sebagai Camat Sragi kembali.

Diakui Hasanuddin, dunia ASN memang tak bisa benar-benar steril dari dinamika politik. Prinsipnya, sebagai ASN dirinya harus loyal dan profesional. "Tahun 2012, era kepemimpinan Bupati Amat Antono, saya dialihkan sebagai Pejabat Fungsional PLKB selama empat tahun. Tetapi di tahun 2017 saat Pak Asip Kholbihi memimpin, saya kembali ditarik ke jabatan struktural menjadi Sekcam Sragi, dari Januari sampai Mei 2017, lalu jadi Plt Camat Sragi (Mei-November 2017) dan akhirnya diangkat menjadi Camat Sragi kembali pada November 2017 sampai purna, 1 Juni 2020 kemarin," beber Hasanuddin.

Itulah pengalamannya yang kaya sebagai pemangku wilayah. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk membina kades. "Sebagai camat, tugas pembinaan kepala desa tentu melekat. Dan semua itu saya jalani dengan komunikasi dan sinergi yang baik, prinsipnya memastikan para kades menjalankan fungsinya dalam membangun desa. Di luar itu, kita juga ikut mengedukasi pentingnya kerjasama hingga bagaimana membangun kemitraan dengan media," terang Hasanuddin.

Salah satu episode paling menegangkan dari pengalamannya menjabat camat, justru diperoleh belum lama ini, yakni saat dirinya memimpin prosesi pemakaman jenazah positif Covid-19 di Kecamatan Sragi. Disebut menegangkan, karena insiden penolakan jenazah Covid sebelumnya sempat terjadi di beberapa wilayah.

"Ada warga kami yang positif Covid-19 dan menjalani perawatan di RSUD Kraton, tetapi akhirnya meninggal. Protokol Covid-19 pun diberlakukan, jenazah bahkan tiba di makam desa pukul 2 dinihari," katanya mengenang.

Hasanuddin mengakui, pandemi corona memang telah memicu phobia masyarakat. Dia pun harus berjibaku mengedukasi warga setempat agar tidak ada penolakan pemakaman. Pihaknya juga melakukan sterilisasi desa agar tidak menjalar.

"Waktu itu saya dikabari pihak rumah sakit yang sudah berada di pemakaman dengan standar protokol lengkap Alat Pelindung Diri (ADP). Bayangkan, hanya kami berlima yang berani masuk ke pemakaman untuk penguburkan jenazah usai tim medis menurunkan ke liang lahat, lainnya di luar, karena pada gak berani," terangnya serius.

"Dua orang dari Puskesmas Sragi II, dua relawan dari Kelurahan Sragi dan Lebe Sragi (Mohammad Rif 'an ), saya sudah mengusulkan ke Pak Bupati biar mereka yang menguburkan jenazah covid 19 dapat penghargaan, karena berani menangani di tengah rasa ketakutan masyarakat , dan alhamdulillah tidak ada penolakan warga seperti di daerah lain," sambungnya.

Hasanuddin menutup acara pemakaman janazah dengan doa dan menancapkan sebatang pohon kamboja di pusara makam tersebut. Dia pun tak lupa melangitkan harapan agar tak ada lagi kasus Covid-19 di Kabupaten Pekalongan, khususnya Kecamatan Sragi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: