Tradisi Lopis Krapyak Akan Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Tradisi Lopis Krapyak Akan Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

FGD - Dinparbudpora Kota Pekalongan menggelar FGD untuk menggali informasi baru terkait penyusunan buku Lopis Krapyak. Buku itu menjadi syarat utama dalam pengajuan Lopis Krapyak sebagai Warisan Budaya Tak Bendan.-Ainul Atho-

KOTA - Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Dinparbudpora) menginisiasi pengajuan tradisi Lopis Krapyak sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) khas Kota Pekalongan ke Kemendikbudristek. Mengawali langkah tersebut, Dinparudpora melakukan penyusunan naskah akademik, dalam hal ini berbentuk buku, yang ditulis oleh Achmad Ilyas.

Dalam upaya menyusun buku tersebut, Dinparbudpora melakukan klarifikasi data dan penjaringan informasi baru dari masyarakat lokal, dan pelaku sejarah atau budaya terkait asal muasal tradiri Lopis Krapyak yang sudah berjalan sejak dulu. Kegiatan tersebut dikemas dalam Focus Group Discussion(FGD) yang menghadirkan berbagai narasumber, di Aula Kelurahan Krapyak, Kamis (6/7/2023).

Kepala Dinparbudpora Kota Pekalongan, M Sahlan mengatakan, maksud kegiatan ini adalah untuk melakukan klarifikasi data dan penjaringan informasi baru yang berasal masyarakat lokal, pelaku sejarah/ budaya mengenai asal muasal tradisi lopis Syawalan ini yang telah berlangsung sejak dulu.

Adapun yang menjadi tujuan adalah sebagai bahan primer penulisan buku “Lopis Besar dan Perayaan Syawalan". Dikatakan Sahlan, keberdaan buku tersebut menjadi syarat utama pengajuan pendaftaran Warisan Budaya Tak Benda khas Kota Pekalongan ke Kemendikbudristek RI.

"FGD Penyusunan naskah akademik atau buku terkait Lopisan Krapyak sebagai Tradisi Syawalan yang saat ini tengah diajukan untuk Warisan Budaya Tak Benda sangat penting sekali dilakukan. Sebab, suatu tradisi atau budaya daerah tanpa ditulis ini membuat generasi muda yang akan datang tidak akan bisa mengetahui asal muasal tradisi atau budaya tersebut, termasuk tradisi Lopisan yang sudah dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat asli Krapyak," terang Sahlan.

Menurutnya, Warisan Budaya Tak Benda secara garis besar adalah hasil dari cipta, rasa, karsa manusia utamanya dalam bentuk intangible (tak berwujud) yang mendukung perilaku budaya pada komunitas, kelompok, maupun perseorangan yang diakui sebagai bagian warisan budaya mereka.

Pihaknya berharap, dengan penyusunan buku Lopisan ini bisa memberikan informasi atau catatan sejarah tentang tradisi khas Krapyak ini kepada masyarakat secara meluas terutama bisa dibaca oleh generasi muda mendatang dari daerah-daerah lain.

"Jika tradisi Lopisan Krapyak ini dipertahankan, kami yakin dampak positifnya bisa menyejahterakan masyarakat setempat seperti kedatangan ribuan masyarakat dari berbagai daerah pada saat momentum Syawalan di tradisi Lopisan Krapyak. Dimana, mereka bisa menikmati lopis raksasa secara gratis, membeli lopis yang dijual oleh masyarakat setempat sebagai buah tangan atau oleh-oleh, pengunjung dari luar daerah ini juga bisa menikmati obyek wisata dan kuliner yang ada di Kota Pekalongan," harapnya.

Sementara itu, penulis buku Tradisi Syawal Lopisan Krapyak, Achmad Ilyas menerangkan, pihaknya telah mengumpulkan beberapa data. Namun adanya FGD dengan melibatkan masyarakat lokal Krapyak dan dinas terkait dilakukan untuk memperkaya dan melengkapi data-data baru yang nantinya bisa ditambahkan ke karya buku Lopisan tersebut.

"Sebelumnya, pada draft buku Lopisan ini, kami sudah menuliskan terkait sejarah Krapyak, munculnya tradisi Syawalan dan pembuatan Lopis, dan kami akan tambahkan beberapa informasi dan masukan dari warga lokal dan dinas terkait seperti tentang proses pembuatan lopis raksasa pada sejarah awalnya, dan latarbelakang kondisi kemunculan tradisi Lopis Krapyak itu sendiri," papar Ilyas.

Ilyas mengakui, untuk judul bukunya sendiri masih tentatif dan dalam proses pencarian penamaan judul yang tepat serta merepresentasikan dengan isi buku didalamnya.

"Targetnya penyusunan buku tentang Tradisi Lopis Krapyak ini bisa selesai. Sembari kami mencari dokumentasi-dokumentasi dan arsip terkait proses tradisi Lopisan Krapyak terdahulu yang ditaksir sudah ada pada akhir abad  19," pungkasnya.(nul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: